Kisah Hidup B.J HABIEBIE
Pada usia 13 tahun, Bacharudi Jusuf Habiebie telah ditinggal wafat ayahnya, A.A. Habiebie, mantan kepala jawatan pertanian Sulawesi Selatan. Ibunya yang keturunan Yogyakarta, lantas membesarkannya. "Sedang hamil 8 bulan, ibu berjanji di sisi jenazah Ayah, bagaimana pun ia akan menyekolahkan anak-anaknya," ungkap anak keempat yang biasa di sapa Rudy ini.
Atas anjuran ibunya, Rudy berangkat sendirian ke Bandung untuk masuk SMP. Ibunya menyusul kemudian setelah ia kelas 2 SMA. Setahun di ITB, atas usaha ibunya ia mendapat beasiswa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk belajar di Jerman. Sementara itu, Ibunya berdagang dan menyewakan pemondokan kepada para mahasiswa. "Ini membulatkan tekad saya untuk selalu lulus tiap tahun," katanya.
Gelar Insinyur mesin dan konstruksi pesawat terbang diraihnya pada usia 21 tahun. Ia kemudian melanjutkan sekolah dengan biayanya sendiri. Sewaktu lulus, Rudy menjadi orang pertama di luar Jerman, setelah Perang Dunia II, yang membuat skripsi mengenai aeronautika.
Di bidang mekanika, ia mendapatkan julukan "Mr. Crack", sebab dapat menghitung crack propagation on random sampai ke atom-atomnya. "Atas biaya sendiri, saya meraih gelar doktor," tutur Rudy. Disertasinya berjudul Hypersonic Genetic Heatic Thermoelasticity in Hypersonic Spreed.
Saat bekerja sebagai asisten riset di Technische Hocheschule (TH) Aachen, ia menghasilkan desain kapal selam laut dalam (deep sea), gerbong kereta api, serta ruangan bersuhu dan tekanan tinggi dari bagian reaktor atom untuk Atom Center Julich. Sebagai sarjana ahli, kemudian wakil presiden direktur Messerschmitt Bolkow-Blohm (MMB), ia mendesain beberapa jenis pesawat terbang, termasuk sejumlah proyek satelit dan rudal.
Kembali ke Indonesia pada 1974, Rudy menjadi penasihat bagi Direktur Utama Pertamina. Dua tahun kemudian, ia diminta memimpin lembaga baru hasil leburan Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio dengan Divisi Teknologi Maju dan Penerbangan Pertamina. Lembaga ini diberi nama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).
Di bawah kepemimpinannya, IPTN maju pesat. Tahap integrasi teknologi ditandai dengan perancangan pesawat serbaguna CN-235, baik untuk pesawat angkut penumpang atau versi militernya. Dalam periode ini IPTN juga sukses merakit helikopter BO-105 yang rancangannya milik MosserschmittnBoelkow Blohm.
Pada 1978, Rudy diangkat menjadi Mentri riset dan Teknologi merangkap Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). "Dalam kerangka pelaksanaan pembangunan, yang penting adalah faktor manusia," tuturnya. Ia tidak hanya mengirim mahasiswa untuk belajar keluar negeri, tetapi juga giat berupaya menciptakan jalur tersendiri untuk menempa manusia Indonesia yang mampu menguasai ilmu dan teknologi.
Dunia Ilmu Pengetahuan kini mengenal istilah Teori Habiebie, Faktor Habiebie, dan Fungsi Habiebie. Lewat "proses nilai tambah", Rudy mempekerjakan para pemuda sambil sambil belajar di sektor industri selama 10-20 tahun. "Mereka nanti akan mampu menguasai masalah industri secara mantap," kata Habiebie dengan penuh semangat.
B.J. Habiebie menjadi Presiden RI ke-3 1998 setelah Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Sebelumnya , Rudy adalah wakil presiden hasil pilihan MPR. Jabatan ini dipangkunya selama 72 hari.





Komentar